Breeding adalah suatu proses yang diawali dengan
pemilihan indukan yang tepat dilanjutkan dengan seleksi. Inbreeding hanya
dilakukan kalau kita sudah yakin bahwa burung yang digunakan untuk inbreeding
adalah burung yang sudah terseleksi. Tidak mungkin kita melakukan inbreeding
kalau gak tau kualitas induk jantan dan betina. Selain itu, dalam melakukan
inbreeding, pada umumnya juga tidak langsung terlihat inbreeding depression
berupa penurunan vitalitas.
Kalau kita melakukan inbreeding diawali dengan crossing dulu, tentunya hasil crossing harus diseleksi dulu, mulai seleksi potensi Potential test), seleksi kinerja (basket test)dan seleksi kemampuan breeding (progeny test). Kalau sudah lulus ketiga seleksi itu baru kita lakukan inbreeding.
Kalau kita melakukan inbreeding menggunakan indukan yang mediocre atau kualitasnya setengah-setengah apalagi nggak jelas, ya percuma saja.
Kalau kita melakukan inbreeding diawali dengan crossing dulu, tentunya hasil crossing harus diseleksi dulu, mulai seleksi potensi Potential test), seleksi kinerja (basket test)dan seleksi kemampuan breeding (progeny test). Kalau sudah lulus ketiga seleksi itu baru kita lakukan inbreeding.
Kalau kita melakukan inbreeding menggunakan indukan yang mediocre atau kualitasnya setengah-setengah apalagi nggak jelas, ya percuma saja.
Burung hasi inbreed memang akan mengalami penurunan
vitalitas (inbreeding depression). Kalau burung semakin lemah, mengindikasikan
genotype-nya sudah homogen. Untuk mencetak player atau racer maka burung
inbreed sebaiknya dicross dengan burung hasil inbreed lagi, tetapi dari darah
yang berbeda. Kalau dilakukan linebreed akan semakin lemah lagi karena darahnya
masih sama. Kalaupun mau linebreed harus dengan burung yang hubungan darahnya
sudah jauh.
Burung inbreed memang tujuannya untuk bibit, bukan untuk
player.
Kalau anak vs ibu, keluarnya apa seperti siapa kita tidak tau karena tergantung gen mana yang dominan. Kalau kita breeding tertutup (inbreed atau linebreed) sudah menggunakan indukan yang bagus secara turun temurun, mau ikut siapa saja tidak penting karena keluarnya akan bagus juga.
Kalau anak vs ibu, keluarnya apa seperti siapa kita tidak tau karena tergantung gen mana yang dominan. Kalau kita breeding tertutup (inbreed atau linebreed) sudah menggunakan indukan yang bagus secara turun temurun, mau ikut siapa saja tidak penting karena keluarnya akan bagus juga.
Dalam inbreeding kemungkinan akan muncul gen dominan dan
gen homozygote (gen yang jelek yang akan muncul dalam bentuk fisik (phenotype),
maka tindakan yang harus dilakukan adalah menyeleksi dan menyingkirkan hasil2
ternakan tersebut bila ingin digunakan sebagai indukan.
Kalau sifat jelek itu menjadi dominan atau homozygote
(aa, bb, dst) berarti dia akan muncul ke permukaan dalam bentuk phenotype.
Begitu dia muncul maka harus disingkirkan dari trah (jangan digunakan untuk
breeding). Justru akan sangat bagus kalau sifat yang jelek itu bisa segera
muncul atau terlihat.
Tapi kita juga harus lihat sifat negatifnya itu mempengaruhu kinerja atau tidak. Kalau sifat negatifnya hanya sebatas paruh belang atau warna belang bentong, sepanjang kinerjanya ok setelah dilakukan test, ya gak masalah.
Tapi kita juga harus lihat sifat negatifnya itu mempengaruhu kinerja atau tidak. Kalau sifat negatifnya hanya sebatas paruh belang atau warna belang bentong, sepanjang kinerjanya ok setelah dilakukan test, ya gak masalah.
Karena pada hemat saya, sistem 'Inbreeding' atau
"linebreeding" adalah harapan bagi peternak2 yang punya keterbatasan
anggaran biaya - buat membeli indukan2 yang 'have proved' juara.
pendapat Shewmaker :
I have in the past seen national champions in other species produced from poor individuals that were the inbred product of national champions. Given no other options, I would use such an animal in the breeding program. I would expect though to have to cull most of the youngsters and would patiently wait for the right one to eventually segregate out of the pool.
Recognize though that average animals from a superior inbred pool are potentially more valuable than very good animals from a widely diverse pool
Kelebihan, kekurangan, keuntungan, dan kerugian perkawinan sedarah sangat asyik dibahas dan banyak manfaatnya. Sebab ini juga bisa dipakai untuk menilai kapasitas peternakan seseorang. Misalnya kalau dalam peternakan tersebut, anakan2 yang keluar sebagai jadi juara ternyata dihasilkan dari perkawinan individu tetua dari berbagai macam trah tetua - mudah diduga si peternak awam terhadap metode ternak. Atau dengan kata lain: kalau si juara2 tsb ternyata punya garis TRAH pendek2 - mudah diduga pula, prestasi peternakan tsb akan cepat surut -. Bisa disimpulkan pula, peternak tsb meski banyak duit namun tidak begitu mengerti cara beternak yang baik .....
pendapat Shewmaker :
I have in the past seen national champions in other species produced from poor individuals that were the inbred product of national champions. Given no other options, I would use such an animal in the breeding program. I would expect though to have to cull most of the youngsters and would patiently wait for the right one to eventually segregate out of the pool.
Recognize though that average animals from a superior inbred pool are potentially more valuable than very good animals from a widely diverse pool
Kelebihan, kekurangan, keuntungan, dan kerugian perkawinan sedarah sangat asyik dibahas dan banyak manfaatnya. Sebab ini juga bisa dipakai untuk menilai kapasitas peternakan seseorang. Misalnya kalau dalam peternakan tersebut, anakan2 yang keluar sebagai jadi juara ternyata dihasilkan dari perkawinan individu tetua dari berbagai macam trah tetua - mudah diduga si peternak awam terhadap metode ternak. Atau dengan kata lain: kalau si juara2 tsb ternyata punya garis TRAH pendek2 - mudah diduga pula, prestasi peternakan tsb akan cepat surut -. Bisa disimpulkan pula, peternak tsb meski banyak duit namun tidak begitu mengerti cara beternak yang baik .....
Dalam mengistilahkan
trah tetua dan Trah pendek pendek,Sangat banyak peternak tak mengerti
sehingga tidak bisa mempertahankan hasil breedingnya yang sudah baik .
Ada seorang rekan yang banyak menekuni teori teori breeding mulai breeding sendiri hanya mengandalkan trah mengesampingkan anatomi, kita ketahui walaupun seorang peternak yang sukses mengeluarkan burung burung baik tetap saja banyak sampahnya ,saya khawatir bibit yang diambil bukan yang terbaik ,kesulitan lain teman tersebut tidak mengetahui kerja, kwalitas, kelebihan, kekurangan, karakter bibit yang diambil karena tidak pernah melihat kerjanya seperti apa hanya PERCAYA dan KATANYA tanpa mempertimbangkan anatomi( karena tidak percaya).
Dilihat dari data diatas sangat sulit memperkirakan hasil breedingnya seperti apa, terlepas mau pakai Crossing, Inbreeding maupun Line Breeding ini sama saja. Mencoba yang tidak jelas (GELAP) tentu sulit memperkirakan tingkat kwalitas seperti apa yang diharapkan .
Melihat banyak peternak berhasil mengambil jantan dari yang telah teruji dilapangan walaupun burungnya gagal tetapi anatomi dan trahnya baik ,ditambah betina dari trah yang telah teruji dan beranatomi baik maka berharap mendapat hasil yang baik.
Ada seorang rekan yang banyak menekuni teori teori breeding mulai breeding sendiri hanya mengandalkan trah mengesampingkan anatomi, kita ketahui walaupun seorang peternak yang sukses mengeluarkan burung burung baik tetap saja banyak sampahnya ,saya khawatir bibit yang diambil bukan yang terbaik ,kesulitan lain teman tersebut tidak mengetahui kerja, kwalitas, kelebihan, kekurangan, karakter bibit yang diambil karena tidak pernah melihat kerjanya seperti apa hanya PERCAYA dan KATANYA tanpa mempertimbangkan anatomi( karena tidak percaya).
Dilihat dari data diatas sangat sulit memperkirakan hasil breedingnya seperti apa, terlepas mau pakai Crossing, Inbreeding maupun Line Breeding ini sama saja. Mencoba yang tidak jelas (GELAP) tentu sulit memperkirakan tingkat kwalitas seperti apa yang diharapkan .
Melihat banyak peternak berhasil mengambil jantan dari yang telah teruji dilapangan walaupun burungnya gagal tetapi anatomi dan trahnya baik ,ditambah betina dari trah yang telah teruji dan beranatomi baik maka berharap mendapat hasil yang baik.
Bagaimana memulai Tahapan Inbred dengan mengumpulkan Gen agar bersatu dan mendapat hasil yang Maksimal :
Tahapan InBreeding.
1.
Inbreeding adalah
suatu proses penyilangan 2 burung yg mempunya hubungan darah sangat dekat.
Kalau hubungan darahnya agak jauh biasa disebut dengan linebreeding.
2.
Tujuan inbreeding
adalah untuk mengumpulkan atau mendapatkan suatu kombinasi gen yang kita
inginkan melalui proses penyilangan dan seleksi. Orang melakukan inbreeding
tujuannya untuk mencetak indukan sebagai pengganti / regenerasi indukan yg kita
punya. Jadi bukan utk mencetak racer. Namun demikian, banyak juga kasus dimana
burung hasil inbreeding tetap bagus sebagai racer. Tapi kalau inbreeding
dilakukan secara terus-menurus makan akan muncul dampak inbreeding depression
yang bentuknya macem2.
3.
Tidak semua burung
cocok untuk inbreeding. Jadi jangan kaget kalau hasil inbreeding anakannya ada
yg aneh2 (fisiknya ganjil, cacat, dll). Tapi banyak juga yg berpendapat bahwa
sepanjang indukannya burung bagus, maka tidak perlu takut untuk melakukan
inbreeding.
4.
Tidak ada satu
strategi penyilangan yang dianggap paling baik. Semuanya sama saja, meskipun
ada kaidah-kaidah dasar. Baik atau jeleknya strategi penyilangan tergantung
dari kecocokan darah 2 burung yang kita silangkan.
5.
Breeding adalah
proses yang terus-menerua. Jadi tidak ada istilah cepat atau lambat. Breeding
bisa jalan bersamaan dengan main. Jadi tidak berarti kalau lagi breeding
mainnya berhenti.
Kalau kita punya 2 jantan (katakanlah A dan B dan 4 betina (C,D,E,F). Saya asumsikan keenam burung tersebut tidak ada hubungan darah sama sekali. Tapi kalau ada yg punya hubungan darah satu sama lain sebaiknya dikelompokkan.
Lalu kita akan membuat 2 jalur trah, yaitu trah A dan trah B (jantan sebagai patokan trah)
Kalau kita punya 2 jantan (katakanlah A dan B dan 4 betina (C,D,E,F). Saya asumsikan keenam burung tersebut tidak ada hubungan darah sama sekali. Tapi kalau ada yg punya hubungan darah satu sama lain sebaiknya dikelompokkan.
Lalu kita akan membuat 2 jalur trah, yaitu trah A dan trah B (jantan sebagai patokan trah)
1) A disilangkan dengan 2 betina (C dan D). Dan B dengan E
dan F).
2) Silangkan A dengan C dan D secara bergantian. Demikian
juga dengan B.
3) Semua anak jantan dari jantan A dimainkan. Begitu juga
dengan anak2 B.
4)
Setelah semua anak
jantan dimainkan, ambil 3 pasang yang paling bagus. Dari jantan A, misal ketiga
pasang yang terbaik adalah G,H,I,J,K,L,. Dari jantan B juga diambil 3 pasang.
5)
Dari jalur A, ambil 1
anak jantan disilangkan dengan ibunya dan satu anak betina disilangkan dengan
bapaknya. Sisa yang 2 pasang disilangkan kakak X adik. Lakukan prosedur yang
sama pada trah B.
6)
Anak2 yg jantan dari
hasil penyilangan pada butir (5),ditest dengan cara dimainkan, sementara anak
yg betina ambil yg anatominya paling bagus. Kalau di sini sudah terlihat ada
inbreeding depression, misalnya burung loyo, maka cari jantan yg anatominya
menurut penilaian paling bagus.
7)
Kalau melihat
anak-anak yg jantan terlihat loyo, tapi anatominya bagus, maka untuk mencetak
racer lakukan hibridisasi yaitu dengan menyilangkan hasil inbreeding dari trah
A dengan trah B.
8)
Untuk menjaga
indukan, lakukan penyilangan burung2 dalam trah A saja secara berulang, tapi
hubungan darahnya jangan terlalu dekat. Misalnya kakek/nenek dengan cucu. Hal
yang sama juga dilakukan dengan trah B.
9)
Untuk mencetak racer,
lakukan penyilang burung-burung dari trah A dan trah B.
10) Kalau dari hasil penyilangan burung2 dari trah A dan B
hasilnya bagus, sebaiknya buat trah baru (misal trah X) yg merupakan hasil
kombinasi dari A dan B.
11) Yang paling penting, lakukan seleksi yang sangat ketat.
Burung2 yang menurun kita tidak memenuhi syarat, harus dikeluarkan dari
kandang. Hanya burung2 yang teruji bagus yang boleh dipertahankan sebagai
breeder.
Terlepas dari hasilnya yang pasti sangat
relatif dan dinamis,bila kita melakukan breeding yang perlu ditekuni adalah
melakukan uji coba dengan pedoman yang sudah teruji serta tidak lekas menyerah,
itulah ilmu dan seni dari komunitas merpati ini.Ada satu artikel singkat yang
berkesan dari teorinya Mas Alfons Anker soal inbreeding, bahkan sampai saat ini
masih sering dilakukan dalam breeding.
Bunyinya demikian:
Salah
satu teori yang cukup dikenal adalah Population Genetics Theory. Teori ini
pertama kali dikembangkan oleh Prof. Alfons Anker sebagai modifikasi hukum
genetik yang dirumuskan oleh Gregor Mendel. Menurut Prof. Anker, Hukum Mendel
tidak cocok untuk diterapkan pada hewan yang tujuannya untuk lomba (bukan untuk
produksi). Lalu Prof. Anker mengembangkan teori yang dikenal dengan population genetics
ini. Adapun prinsip-prinsip dasar teori Prof. Alfons Anker yaitu :
1)
In-breeding adalah
bukan suatu hitungan matematika, tapi seperti memainkan alat musik. Kalau alat
musik dimainkan oleh orang yang mahir, maka suara yang keluar tentu lebih merdu
dibandingkan kalau dimainkan oleh orang yg tidak menguasai alat itu. Maksudnya
kira-kira demikian , agar kita mahir menerapkan sistem in-breeding, kita perlu
tekun mempelajari, mengobservasi, dan menganalisa hasil dari sistem in-breeding
itu sendiri.
2)
In-breeding akan memberikan dampak terbaik
kalau diterapkan pada burung dengan kualifikasi super breeder. Tetapi kalau
diterapkan pada burung dengan kualifikasi super-racer, hasilnya tidak memuaskan
karena dalam burung berkualifikasi super racer terlalu banyak memiliki
sifat-sifat yang tidak diturunkan kepada anaknya seperti vitalitas, kondisi
fisik dan lainnya. (lihat artikel Steven van Breemen dalam Grup I) Breeding
dalam satu keluarga tidak sama dengan in-breeding (catatan: breeding dalam satu
keluarga biasa disebut juga dengan istilah line-breeding).
Hasil inbreeding selalu ditandai dengan ciri-ciri
kehilangan vitalitas (burung hasil in-breeding menunjukkan gejala penurunan
vitalitas). Prof. Anker bahkan menegaskan bahwa semakin besar hilangnya
vitalitas pada burung hasil in-breeding berarti effek dari in-breeding itu
lebih bagus.
3)
Burung hasil
in-breeding tidak cocok untuk lomba, tapi hanya cocok untuk menjadi indukan
(super breeder).
4)
Vitalitas yang hilang
itu akan didapatkan kembali apabila hasil in-breeding dipertemukan dengan
burung lain melalui cross-breeding. (Sebaiknya burung yang untuk cross-breeding
juga hasil in-breeding, tapi dari indukan yang sama sekali berbeda dengan
burung pertama).
5)
Inbreeding dimaksudkan untuk membangun sifat-sifat yang akan selalu
diturunkan kepada turunannya (offspring), sedangkan cross-breeding untuk
menambah sifat-sifat/ karakter yang sudah ada seperti menambah vitalitas dan
kekuatan.
6)
Dengan in-breeding kita bisa memperbaiki kualitas yang jelek.
7)
In-breeding adalah pengurangan variasi atau keragaman.
Semakin banyak dan sering suatu darah tertentu (strain) dilakukan in-breeding
maka turunannya akan mirip satu sama lain.
Praktek dari teori ini ternyata membutuhkan waktu,
ketelitian, biaya, dan model seleksi yang kejam (cull hard). Mengingat
skalabilitas dari kuantitas populasi praktek sangat terbatas, maka hasilnya
tentu juga terdapat deviasi yang cukup besar, dibandingkan apabila kuantitas
populasi hasil yang lebih banyak. Tentunya menyeleksi 100 pasang akan lebih representatif
dibandingkan dengan seleksi hanya 4 pasang calon super-breeder.
Untuk memotong proses, akan lebih cepat bila menggunakan
jalur betina saja, tapi hal ini sebenarnya juga merupakan kelemahan. Boleh jadi
setiap pairing indukan yang dilakukan, tidak dapat dipastikan bahwa anak jantan
atau betinanya yang paling tepat untuk dipergunakan sebagai tahapan menuju
super-breeder. Dengan kata lain, ada pairing indukan yang hanya menghasilkan
anak jantannya saja yang baik, atau anak betinanya saja yang baik.
Bila menangkap pendapat Prof. Anker bahwa masalah inbreeding semata-mata "hanya"
ditujukan untuk super-breeder saja. Hal ini bisa dipahami karena inbreeding
prinsipnya mengurangi variasi keragaman, agar keturunannya memiliki sifat / karakter
yang mirip dengan indukannya. Semakin banyak dan sering suatu darah tertentu
(strain) dilakukan in-breeding maka turunannya akan mirip satu sama lain.
Sebagaimana kita ketahui, kelebihan dari inbreeding di atas, ternyata membawa dampak negatif berupa inbreeding depression yang mengakibatkan turunnya vitalitas dan penurunan kondisi fisik yang tidak memungkinkan burung untuk dijadikan super racer (pembalap). Bisa dibayangkan burung "loyo" dimaksud, akan bekerja super ekstra untuk bisa terbang cepat / jauh, homing orientation yang cepat, napas yang mumpuni dan power yang diperlukan untuk sprint.
Sebagaimana kita ketahui, kelebihan dari inbreeding di atas, ternyata membawa dampak negatif berupa inbreeding depression yang mengakibatkan turunnya vitalitas dan penurunan kondisi fisik yang tidak memungkinkan burung untuk dijadikan super racer (pembalap). Bisa dibayangkan burung "loyo" dimaksud, akan bekerja super ekstra untuk bisa terbang cepat / jauh, homing orientation yang cepat, napas yang mumpuni dan power yang diperlukan untuk sprint.
Sudah bisa diprediksi kondisi inbreeding depression
tersebut tidak menjamin burung dapat berkerja optimal. Inilah yang membuat Prof.
Anker menyebutkan bahwa: "In-breeding akan memberikan dampak terbaik kalau
diterapkan pada burung dengan kualifikasi super breeder. Tetapi kalau
diterapkan pada burung dengan kualifikasi super-racer, hasilnya tidak
memuaskan......."
Logika ini menjadi semakin jelas, ketika Prof Anker memberi solusi bahwa:
Logika ini menjadi semakin jelas, ketika Prof Anker memberi solusi bahwa:
"Vitalitas yang hilang itu
akan didapatkan kembali apabila hasil in-breeding dipertemukan dengan burung
lain melalui cross-breeding. (Sebaiknya burung yang untuk cross-breeding juga
hasil in-breeding, tapi dari indukan yang sama sekali berbeda dengan burung
pertama)"
Sepertinya
jelas bisa kita semua pahami, seperti juga yang dikatakan Anker di awal artikelnya, bahwa hukum mendel
yang terkait dengan inbreeding memang tidak cocok diterapkan pada hewan untuk
tujuan lomba, tapi bisa optimal (terbatas lingkup induknya) apabila dijadikan
super racer.
Kalau kita membahas dan memperlebar masalahnya menjadi kasuistik bahwa ada orang tua yang tidak mampu menurunkan genetik yang dipunyai kepada keturunannya, maka dalam lingkup pembicaraan hukum Mendel ini kita tidak menyinggung masalah asymetric atau epistasis dalam penurunan gen orang tua ke induknya.
Kalau kita membahas dan memperlebar masalahnya menjadi kasuistik bahwa ada orang tua yang tidak mampu menurunkan genetik yang dipunyai kepada keturunannya, maka dalam lingkup pembicaraan hukum Mendel ini kita tidak menyinggung masalah asymetric atau epistasis dalam penurunan gen orang tua ke induknya.
Proses Crossbreed,
sebagai tahap I dari teorinya Anker. Dalam proses breeding yang dilakukan,
proses awal ini memang menurutnya yang paling sulit, karena menyatukan
keunggulan-keunggulan dua individu yang sama sekali tidak ada hubungan
kekerabatan atau kekerabatannya sangat jauh, tapi maunya menghasilkan individu
baru yang keunggulannya sejenis dengan induknya atau lebih baik.
Ada permasalahan peternak yang punya kasus demikian:
Ia melakukan crossbreed dan "hanya" menghasilkan, mengandalkan dan menguji 5 pasang anakan saja. Kriteria yang diambil adalah, apabila ke-5 anakan tersebut memiliki tingkat keseragaman yang baik kinerjanya, maka ia akan mengambil suatu kesimpulan bahwa crossbreeding tersebut "cukup" berhasil. Dan apabila ada salah satu, atau salah dua, kinerjanya melebihi indukannya, maka dianggap crossbreeding "sudah" berhasil. Dan anakan yang menjadi salah satu atau salah dua itu selanjutnya ia tertarik dari lapangan uji coba dan kemudian masukkan dalam keranjang pacek, untuk menjalani breeding tahap lanjut, yaitu inbreeding.
Kalau dalam hitung-hitungan ilmu genetika, pengambilan sampel yang "hanya" dilakukan sebanyak 5 pasang, maka amat sangat jelas-jelas tidak representatif, karena itu adalah sampel untung-untungan sebagai hadiah Tuhan yang baik saja, ngasih jumlah 5 pasang yang "kebetulan" kerjanya agak seragam dan "kebetulan" ada yang lebih baik kerjanya dari induknya. Tapi bagaimana kalau sampai angka ke-50, ternyata hasil anakan yang ditunggu belum juga muncul, padahal menurut Primbon Mbah Jambrong, anakan ke-51 akan menghasilkan kualitas yang istimewa ?
Ada permasalahan peternak yang punya kasus demikian:
Ia melakukan crossbreed dan "hanya" menghasilkan, mengandalkan dan menguji 5 pasang anakan saja. Kriteria yang diambil adalah, apabila ke-5 anakan tersebut memiliki tingkat keseragaman yang baik kinerjanya, maka ia akan mengambil suatu kesimpulan bahwa crossbreeding tersebut "cukup" berhasil. Dan apabila ada salah satu, atau salah dua, kinerjanya melebihi indukannya, maka dianggap crossbreeding "sudah" berhasil. Dan anakan yang menjadi salah satu atau salah dua itu selanjutnya ia tertarik dari lapangan uji coba dan kemudian masukkan dalam keranjang pacek, untuk menjalani breeding tahap lanjut, yaitu inbreeding.
Kalau dalam hitung-hitungan ilmu genetika, pengambilan sampel yang "hanya" dilakukan sebanyak 5 pasang, maka amat sangat jelas-jelas tidak representatif, karena itu adalah sampel untung-untungan sebagai hadiah Tuhan yang baik saja, ngasih jumlah 5 pasang yang "kebetulan" kerjanya agak seragam dan "kebetulan" ada yang lebih baik kerjanya dari induknya. Tapi bagaimana kalau sampai angka ke-50, ternyata hasil anakan yang ditunggu belum juga muncul, padahal menurut Primbon Mbah Jambrong, anakan ke-51 akan menghasilkan kualitas yang istimewa ?
a. Apakah talent/genetic mapping yang bersifat vertikal dan
horisontal bisa dijadikan salah satu cara untuk meminimalisir angka 51
tersebut?
b. Gimana yah cara uji coba yang cepat tapi tepat ?
c. Adakah cara lain yang lebih efektif ....?
Mana Tahapan inbreeding menurut Prof Anker yang perlu kita pilih :
Mana Tahapan inbreeding menurut Prof Anker yang perlu kita pilih :
1) Mana yang lebih menjanjikan kualitas "hasil"
pemurnian lebih baik, apakah kita langsung pertemukan anak dengan
bapak/ibu-nya, atau anak kita silang lagi dengan saudara bapak/ibunya kemudian
baru ditemukan dengan bapak/ibunya?
2) Atau ada cara lain
?
# Pada prinsipnya, penemuan super breeder (tahap I) dengan
super racer (tahap I) sudah harus dipastikan sejak awal ketika terjadi
crossbreed atau outcrossing saat pertama kali bertemunya 2 indukan. Dalam hal
ini anak-anak dari pertemuan:
A x B dan A x C ketika dimainkan sudah harus memperlihatkan bahwa anak-anakannya memiliki kerja sesuai yang diharapkan, merata kemampuannya, sama atau lebih baik dari indukannya.
Sebenarnya uji lapangan tersebut secara tidak langsung juga memperlihatkan "progeny test" dari indukan awal, terlebih terhadap indukan A karena dilakukan silang dengan 2 betina.
A x B dan A x C ketika dimainkan sudah harus memperlihatkan bahwa anak-anakannya memiliki kerja sesuai yang diharapkan, merata kemampuannya, sama atau lebih baik dari indukannya.
Sebenarnya uji lapangan tersebut secara tidak langsung juga memperlihatkan "progeny test" dari indukan awal, terlebih terhadap indukan A karena dilakukan silang dengan 2 betina.
# Logika keberlanjutan project menjadi lebih masuk akal
ketika anak-anak dari A, baik yang berasal dari betina B atau C, telah
memperlihatkan kelayakan sebagai super racer yang diharapkan. Soal kriteria
layak atau tidak, standar setiap orang, tempat dan lapak tentunya berbeda. Akan
tetapi dengan membandingkan bahwa anaknya lebih baik dari indukannya, maka
indikasi layak bisa diterima. Dengan demikian, apabila dalam uji coba lapangan
ternyata anak-anak dari A tersebut dianggap tidak layak, maka jangan
sungkan-sungkan untuk segera "mengganti" dengan indukan yang lain.
Hal ini bukan berarti indukan jelek, akan tetapi breeding memang bukan
matematika yang bisa kita atur semaunya. Bisa jadi pairing yang dilakukan
memang tidak cocok, atau yang lebih fair lagi, dari aspek ilmu genetika,
kemungkinan memang akan muncul anakan yang diharapkan, namun bisa jadi setelah
piyekan yang menetas jumlahnya 100, baru nanti yang ke-101 baru kita bisa
mendapatkan super racer dan calon superbreeder yang baik. Disinilah letak kelemahan dari breeding secara konvensional dengan
tingkat sampling yang sangat terbatas.
# Bukan berarti Prof. Anker jauh lebih pinter dari kita,
tapi kesempatan kita untuk melakukan eksperimen saja yang tidak mendukung dari
segi waktu, biaya, kesempatan dan dukungan sarana serta prasarana yang memadai.
# Kalau kita baca biografi peternak-peternak merpati yg
sukses di dunia, ternyata mereka bukanlah seorang genetist atau ahli genetika
by education. Sepanjang yg perlu di ketahui Anker dan Shewmaker memang ahli
genetika. Sebagian besar dari mereka yang sukses itu adalah genetist by
experience, dari pengalaman. Tentu mereka yang menjadi genetist by experience
adalah orang-orang yang tekun dan cermat mengamati, mencatat, dan mengevaluasi
hasil ternakannya dan berhasil melakukan mapping genetic ternakannya. Dan
akhirnya mereka pun menjadi "ahli genetika".
# Untuk sampai ke level "ahli genetika" merupakan
proses yg sangat panjang. Tapi jangan harap kita bisa sampai ke level itu kalau
kita tidak tekun, tidak cermat, dan tidak rapih dalam membuat catatan2 mengenai
apa yang terjadi di kandang kita.
Perlu kita pedomani bahwa kita juga bukan genetist by
education nor by experience. Tetapi menurut saya tidak ada salahnya kita
memahami prinsip2 dasar ilmu genetika agar ada sedikit panduan dalam melangkah
kedunia breeding. Dengan pengetahuan yg basic ini diharapkan kita bisa membaca
dan meninterpretasikan realitas yg dihadapi sehari-hari di kandang kita. Dengan
sedikit mempelajari prinsip-prinsip dasar ilmu genetika, maka kita berharap kita
bisa mempercepat proses menjadi genetist by experience.
Tetapi, theory is theory. Bisa saja dalam penerapannya di lapangan ada penyimpangan sehingga perlu penyesuaian. Tapi jangan sampai kita menjungkir balikan suatu teori tanpa dasar dan bukti empiris yg jelas dan bisa dipertanggung jawabkan. Yg justru bikin rancu. Yang suka bikin celaka, orang menentang atau mengaduk-aduk suatu theory padahal dia sendiri tidak memahami teori itu.
Saya berpikir kita adalah "BIRD FARM" yang cerdas dan kreatif dalam menerapkan suatu teori ke dalam pengalaman empiris.
I am proud of you, www.merpati.forumotin.net.
Janoko Mozart Bf
Cp. 087733991995
Tetapi, theory is theory. Bisa saja dalam penerapannya di lapangan ada penyimpangan sehingga perlu penyesuaian. Tapi jangan sampai kita menjungkir balikan suatu teori tanpa dasar dan bukti empiris yg jelas dan bisa dipertanggung jawabkan. Yg justru bikin rancu. Yang suka bikin celaka, orang menentang atau mengaduk-aduk suatu theory padahal dia sendiri tidak memahami teori itu.
Saya berpikir kita adalah "BIRD FARM" yang cerdas dan kreatif dalam menerapkan suatu teori ke dalam pengalaman empiris.
I am proud of you, www.merpati.forumotin.net.
Janoko Mozart Bf
Cp. 087733991995
Tidak ada komentar:
Posting Komentar